Ia masih ingat, ketakutan yang menyelimuti dinding dengan gelap dan demam. Dia juga masih ingat betul, satu tanda tanya saja sudah menerbitkan ancaman, tuduhan makar, atau kriminal. Dia pun mengingat, kepala-kepala manusia berserakan di mana-mana yang badannya entah sudah ke mana. Dia mengenang, tulisan kecil yang mengabarkan kenyataan harus menghadapkan penulisnya pada pidana, moncong sakit hati, amarah, atau wajah orang-orang bertubuh gelap dan asing. Ia masih mengenang pula, masa lalu di bawah jembatan bambu sebelum kemudian desanya diserbu dibakar oleh entah siapa. Ia mengenang hari-hari yang sangat tidak beruntung, lambung perih, tubuh gemetar, dan ketidakberdayaan menghadapi ancaman yang entah ancaman siapa dan kenapa terancam. Dia mengingat, waktu itu ia terkenang wajah anaknya yang masih balita yang tidak hentinya berlari tiap hari dan tertawa, wajah istrinya yang bersih, ia rindu. Dan hingga senja penjelang petang usianya yang telah melewati ratusan dan ribuan peristiwa, ia belum juga bisa kembali ke rumahnya.
Sebelum tidur, ingatan-ingatan itu terus berkelebat dan bersetubuh dengan kecemasan kegelisahan.
"Semoga besok hidup ini baik-baik saja," katanya.
Lalu dipejamkan matanya yang telah semakin tua dan lemah.
Taufiq Wr. Hidayat
29 September 2010
Rabu, 29 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar