Sabtu, 30 Oktober 2010

Hanya Menulis

Sebagaimana bersama kita ketahui, teks adalah sarana yang teramat penting. Dengan teks kita mencatat sejarah, mendedahkan sejumlah gagasan dan hasil-hasil pemikiran, teks mengabadikan sastra, teks menjadi acuan aktual dalam mendefinisikan kontruksi kehidupan. Tuhan menurunkan wahyu dengan bahasa manusia yang kemudian diabadikan dalam sarana budaya sebagai teks kitab suci. Kita tidak percaya bahwa seseorang akan dianggap memiliki eksistensi dan pengaruh keilmuan tanpa memproduksi teks. Ini sekadar propaganda bahwa teks itu penting dalam kehidupan kita.

Seorang penulis, demikian menurut Hemingway, adalah manusia yang senantiasa menghadapi dirinya sendiri dalam kesunyian saat ia tengah sibuk memproses rangkaian teks. Ia akan mati dalam arti harafiah jika ia telah terlena dalam sebentuk aktivitas yang berada di luar teks yang dibuatnya. Penulis akan melahirkan tulisan "kacangan" bila ia dengan lena mencebur dalam keramaian di luar teks itu sendiri. Tendensi berlebih terhadap "keramaian" atau pembaca akan menjebak penulis dalam keasyikan menulis hal-hal yang tidak berkualitas dan hanya pemuasan tanpa kesejatian nilai. Ini bukan 'sok moralis'.

Kembali dalam kesunyian dan menghadapi diri sendiri setelah ia melepaskan diri dari belenggu "keramaian" adalah keniscayaan bagi penulis yang baik. Jika tidak, maka ia hanya menulis dan merasa teksnya adalah segalanya. Padahal hanya tulisan, bukan bahan bacaan, tetapi sekadar rangkaian huruf-huruf yang dibuang sejarah setelah cukup dibaca atau dilihat-lihat. Kira-kira demikian Ernest Hemingway dalam pidato penerimaan hadiah Nobel Sastra di tahun 1954.

***

Kemudian waktu membentuk benda persegi empat. Dan malam menyalakan lampu-lampu. Hujan dari suatu musim masih kembara dari negeri-negeri jauh yang dihiasi sejarah menjelma cukup rangkaian bunga. Orang-orang mendiskusikan sesuatu yang lain dari perjalanan panjang suatu peradaban. Kali ini, siapa yang meratap dari balik jendela rumah yang basah? Ia ialah mata yang mencari-cari makna yang tak terpahami, ia menjadi sia-sia, seperti buku dan koran yang hanya menerbitkan huruf-huruf dan angka-angka. Tulisan belaka.

Muncar, 31 Oktober 2010
Taufiq Wr. Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar