Sabtu, 30 Oktober 2010

Catatan Akhir Oktober

Orang boleh terkena masuk angin, kedua lobang hidungnya mengeluarkan lendir, bersin-bensin dicampur batuk, tenggorokan seperti lengket di dalam karena pilek. Musim hujan tahun ini tidak konsisten, kadang panas tiba-tiba saja lalu hujan tiba-tiba pula. Perubahan cuaca yang cepat membuat orang gampang flu. Kau boleh mengusir flumu dengan minum jamu atau obat di toko, boleh juga dengan cara lama, yakni dikerok.

Ia pun menulis. Diam-diam sebenarnya ia mengimpikan rumah. Penulis itu, tentu saja ada yang punya rumah sendiri dan ada pula yang belum punya sendiri. Kau boleh meyakinkan dirimu bahwa sejatinya menulis itu adalah menyelenggarakan pesta pemikiran dan keindahan, bahan bacan yang kaya akan menjadi penentu pula kualitas tulisan.

Hari ini tubuhmu lemas akibat flu, padahal sudah minum jamu dan obat toko. Istrimu bermain bersama anakmu yang masih tiga tahun. Melihat istrimu, kau terkagum-kagum. Bagimu, istrimu adalah wanita seksi dengan kulit bersih yang selalu membuatmu ingin selalu bercinta dengannya di atas spring bed baru. Kau merasa sudah lama tidak bercinta dengan istrimu pada siang hari. Seks yang panas akan menyembuhkan flu, kata seorang pakar seksologi, karena itu membakar karbon dioksida dalam tubuh, tambahnya.

Sementara di luar sana, orang-orang berlalu-lalang di jalanan. Kita tidak tahu apa yang disibukkan oleh mereka satu persatu. Kita hanya melihat kesibukan yang begitu ramai dan terburu. Bulan ini Merapi menelan nyawa, termasuk juru kunci yang mati begitu indah itu, Mbah Maridjan. Kehidupan ini terkadang penuh misteri, tentu saja apa yang terpegang hari ini belum tentu terpegang esok hari. Apa boleh buat, waktu terus berlalu dan kehidupan hanya mengenal perubahan yang terus-menerus.

Tadi malam, seseorang telah menabrak kucing dengan motornya yang berlari kencang. Mayat kucing itu dibungkus bajunya, lalu dikuburkan menghadap ke utara dengan bunga pada pukul 23.00 Wib. Itu harus dilakukan untuk menghindarkan kesialan, nasehat Mbah Buyut. Ya. Lakukanlah dengan baik. Karena sejatinya, kau dididik untuk menghargai setiap makhluk ciptaan Tuhan sekecil apa pun, setelah menabrak kucing atau binatang lain hingga mati, sudah seyogianya kau menghormati bangkai binatang sebagai wujud penghormatan dan kerendahhatianmu kepada setiap ciptaan Tuhan yang Dia ciptakan dengan cinta. Jika kau tak menghargai ciptaan-Nya, seperti bangkai kucing itu, maka level kehambaan sama saja dengan kucing. Ironis. Manusia kayak kucing, itu merusak kehidupan.

Muncar, 31 Oktober 2010
Taufiq Wr. Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar