Maskuluq bukan laki-laki berlebih. Maksudnya di sini, bukan berlebih kaya atau pandai atau berlebih ganteng dan terawat. Dia biasa-biasa saja, bahkan amat biasa. Maskuluq lulus SMA. Dia keponakan Manlato. Maskuluq kuliah di sebuah universitas swasta di kota, tiap hari dia pakai sepeda motor ke kampus yang berjarak satu jam perjalanan dari rumahnya di sebuah desa, Kecamatan Muncar. Maskuluq menceritakan pengalamannya pada Manlato. Dia sudah semester akhir, teman-temannya banyak yang hidup mewah, pakai mobil dan ganja, seks bebas dan berdisko. "Tapi, aku tidak ikut mereka," ujar Maskuluq kepada pamannya.
"Bagus,"jawab Manlato.
Maskuluq juga menceritakan tentang hubungannya dengan gadis Jember. Katanya, gadis itu sedang menyelesaikan studi kedokteran, anak orang berpunya. Maskuluq memang anak yang baik. Manlato juga bercerita.
"Muncar paceklik. Tidak ada ikan tertangkap. Para nelayan kecil banyak yang menganggur. Banyak orang menjual perhiasan dan barang-barang dapur, seperti panci, piring, sendok garpu, baju ke loakan sekadar untuk makan. Cuaca kurang baik, angin campur debu, laut bergolak dahsyat di sore hari. Dunia ini terlalu sempit jika kita isi hanya untuk bersenang-senang dengan botol dan wanita," ujar Manlato. Angin sore membawa debu. Matahari meredup. Burung-burung bermain di udara. Muncar pun senja.
Taufiq Wr. Hidayat
Muncar, 2010
Jumat, 06 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar